Itulah sepenggal hadist dari HR. Tirmidzi yang menjelaskan bahwa pentingnya memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak sejak dini.
Dan, sebagai seorang ibu saya tentu saja bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak saya sebagai bekal mereka mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.
Selain ilmu agama, saya juga tak lupa membekali mereka dengan literasi digital, khususnya yang berkaitan dengan cara menjadi seorang content creator.
Saking getolnya saya melatih anak menjadi content creator, beberapa teman suka mengomentari konten-konten hasil karya anak pertama saya yang saya upload di media sosial.
“Wah.. Calon konten kreator ini…” Begitu komentarnya.
Tapi, apakah profesi content creator itu perlu diwariskan?
Apakah karena saya seorang content creator lalu anak saya juga harus jadi content creator? “Tidak!” Dengan tegas saya jawab ‘tidak’ karena saya percaya bahwa setiap anak itu spesial, dan saya ingin menghargai apa yang menjadi keinginan maupun cita-cita mereka.
Tapi sebagai seorang ibu, saya tentu saja menginginkan masa depan yang cerah untuk anak-anak saya agar mereka bisa hidup bahagia.
Karena itulah saya bertekad untuk membekali anak saya dengan hal-hal yang bisa membantunya tumbuh mandiri dan skillful.
Ya, saya memang tak jauh berbeda dengan emak-emak lainnya yang ingin melihat anaknya tumbuh pintar dan bisa ini-itu.
Lalu mengapa saya begitu getol mempersiapkan anak menjadi content creator?
Ceritanya bermula sekitar 20 tahun lalu, ketika saya memutuskan untuk bekerja menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di usia 15 tahun dengan gaji tak lebih dari Rp 150.000 per bulan.
Ketika itu, tak ada keahlian khusus yang saya bawa sebagai bekal untuk bekerja. Karena itulah, saya nyaris tak punya opsi dalam memilih pekerjaan selain menjadi PRT.
Hanya ketentuan Allah dan bekal kemauan untuk terus belajar yang akhirnya membawa langkah saya pada dunia blogging yang kini menjadi tumpuan hidup keluarga kami.
Berbagai Manfaat yang Saya Rasakan Setelah Menjadi Content Creator
Setelah beralih profesi dari PRT menjadi seorang blogger, hidup saya yang sebelumnya terasa flat jadi lebih bergairah dan penuh warna.
Ada begitu banyak manfaat yang saya rasakan setelah memutuskan untuk serius menjadi blogger. Seperti misalnya,
1. Saya bisa sharing ide dan pengalaman atau cerita-cerita menarik
Karena memang dasarnya saya suka membaca dan menulis sejak kecil (meskipun hanya sekedar catatan di buku diary), akhirnya saya pun tak ragu memilih blog sebagai media untuk berbagai.
Untuk menyalurkan berbagai ide dan gagasan, saya sengaja membangun beberapa blog agar lebih fokus. Mulai dari
- jombloku.com sebagai blog pribadi yang saya manfaatkan untuk berbagi kisah dan pengalaman hidup
- pabriktis.com untuk berbagi berbagai tips atau life hacks
- mrsjo.com yang saya khusukan untuk membahas seputar parenting
- reviewisata.com saya gunakan untuk membagikan tips dan pengalaman travelling, hingga
- technolagi.com yang saya asuh bersama suami untuk menuangkan ide dan tips seputar teknologi
2. Bisa menghasilkan uang dari kegiatan ngeblog atau berjualan artikel
Selain membangun blog pribadi, saya juga menjual tulisan atau menerima pesanan artikel melalui blog saya lainnya yang beralamat di jualbeliartikel.com.
Melalui blog jasa penulis konten ini, saya bisa merasakan pengalaman menjadi ghost writer dan berkontribusi untuk sejumlah website seperti bukalapak.com, mybest.id, dutaserviceac.com, cantikmenawan.com, maisyajewellery.com, hingga goindonesia.com.
3. Dapat banyak teman dan punya jaringan yang luas
Saya ini termasuk orang rumahan yang lebih senang menyendiri dan berteman keheningan tapi tetap produktif daripada show off.
Kalau meminjam istilah anak-anak sekarang, mungkin saya ini jatuhnya adalah seorang introvert–gitu.
Tapi, dengan menjadi blogger, saya bisa tetap membangun persahabatan dengan sesama blogger atau audience dari seluruh Indonesia dan bahkan dari berbagai belahan dunia.
Karena itu, jangan heran kalau saya punya banyak teman di Banjarmasin, Batam, Sulawesi, Bandung, Jogja, Jakarta, hingga Dublin (Irlandia).
4. Menambah pengetahuan
Sebagai seorang content creator saya dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dan harus banyak membaca guna menambah wawasan serta referensi.
Bagi seorang blogger atau penulis konten, referensi memiliki peranan yang sangat penting, terutama untuk membantu menempatkan konten agar tetap berada di dalam konteks, untuk menciptakan tulisan yang didasarkan pada sumber-sumber terpercaya dan akurat, sekaligus sebagai bukti bahwa kita menghargai kontribusi orang lain yang kita jadikan sebagai acuan (referensi).
Dengan banyak membaca, saya jadi lebih hati-hati sebelum meninggalkan jejak digital, lebih hati-hati sebelum sharing sesuatu, dan juga merasa lebih skillful dibandingkan dengan sebelumnya.
Kalau dulu saya hanya pede menerima pekerjaan sebagai PRT, sekarang saya merasa pede menggeluti berbagai pekerjaan semisal,
- Internet marketing
- Influencer
- Video editor
- Online seller
- Affiliator
- Content writer
- Social media marketing
- Social media management, hingga
- Blogger template maker
5. Dapat banyak pengalaman hidup
Meski sebagian besar waktu kecil saya–saya habiskan di desa terpencil. Tapi tetap saja, selentingan kabar-kabar menarik masih bisa saya dengar dari penuturan-penuturan tetangga yang berkisah tentang, indahnya pantai-pantai di Bali, gemerlapnya Jakarta, atau bagaimana eksotisnya wisata di Lombok.
Sungguh, tak pernah terbayangkan jika suatu saat saya akan bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri semua cerita-cerita itu.
Karena Allah selalu punya cara untuk mewujudkan apa yang mungkin kita anggap sulit terwujud. Dan, bagi saya, Allah menjadikan dunia blog sebagai jalan (buat saya) untuk:
- Merasakan pengalaman stay dan bekerja di Bali sambil berwisata di hari-hari libur
- Merasakan hiruk-pikuk kehidupan Jakarta saat diundang oleh IndiHome, atau
- Bisa liburan sekeluarga selama berminggu-minggu ke Lombok
Tapi Cerita Ini Bukan Melulu Tentang Saya…
Karena saya tidak tahu bakal hidup sampai kapan. Dan, karena masa depan bangsa ini ada ditangan para generasi muda. Maka buat saya, meskipun mereka (anak-anak saya) masih punya banyak sanak keluarga, tapi saya tidak ingin melihat mereka menjadi beban orang lain.
Itulah sebabnya mengapa di dalam diri saya, ada keinginan yang begitu kuat untuk melatih mereka supaya, bisa merawat diri, bisa menjaga lingkungannya (minimal bisa nyapu, cuci piring, atau membuang sampah ditempatnya), dan bisa berbisnis untuk mengais rezeki yang halal.
Itulah yang membuat saya begitu termotivasi untuk membekali anak dengan berbagai skill, mengajak mereka berpikir kreatif, mengajarkan bagaimana caranya memanfaatkan waktu sebaik mungkin, dan melatih mereka memanfaatkan gadget untuk berkonten ria.
Kiat Saya Mendorong Anak untuk Berkonten Ria
Sejak berlangganan IndiHome pada tahun 2005 silam, saya dan suami sepakat untuk fokus menjadi content creator, khususnya di dunia tulis-menulis dengan membangun beberapa blog dan membuka jasa menulis artikel.
Sejak itu, hari-hari kami pun selalu diisi dengan kegiatan menulis di samping membuat konten video yang sebagian besar kami upload di YouTube.
Dalam membuat konten, tak jarang kami melibatkan anak-anak jika ada tema-tema yang berkaitan dengan mereka.
Karena setiap hari melihat orang tuanya membuat konten, tak mengherankan apabila anak-anak kami pun akrab dengan kegiatan membuat konten.
Tapi, meski setiap hari melihat kami membuat konten, namun anak-anak tidak terlalu antusias untuk mengikuti jejak kami.
Karena itulah, dalam mempersiapkan anak menjadi content creator, saya lebih memilih pendekatan yang “ramah anak.”
Saya katakan sebagai pendekatan yang “ramah anak” karena pendekatan yang saya lakukan lebih berfokus pada kebersamaan dan permainan.
Saya mengambil pendekatan ini karena anak-anak saya nggak begitu suka kalau diajak terlalu serius atau belajar dengan cara-cara yang formal.
Bahkan, mereka kerap terlihat ogah-ogahan atau cepat bosan kalau saya mengawali aktivitas dengan kalimat, “yuk kita belajar… (ini atau itu).”
Jadi, alih-alih mengajak belajar dengan kalimat-kalimat yang serius, saya lebih sering menggunakan pendekatan yang enjoyable.
Misalnya, sesekali saya akan mencoba menarik perhatian mereka dengan memamerkan aktivitas yang menarik. Demi menarik perhatian mereka, saya dan suami juga kerap memamerkan hasil karya-karya kami. Atau, dengan mengajak anak untuk berkolaborasi membuat konten yang ringan.
Kalau saya hitung-hitung, setidaknya ada 10 metode yang sering kami (saya dan suami) terapkan untuk memancing minat anak agar mereka tertarik membuat konten.
1. Pertama, memamerkan aktivitas yang menarik
“Mi… Ummi lagi ngapain sih?” Begitu komentar anak saya saat ia melihat saya asyik menulis caption foto Instagram menggunakan Google Voice.
“Ini lho Mas, Ummi sedang nulis pakai suara.” Jawab saya sambil menunjukkan bagaimana cara menggunakan Google Voice.
“Lho kok bisa!?” Tanyanya sambil berusaha memencet tombol Google Voice di keyboard virtual hp saya.
“Bisa dooong… Mau coba?” Sambung saya menawarkan.
“Mau…mau…” Teriaknya penuh antusias.
“Coba Mas ngomong.” Pinta saya.
“Ngomong apa Mi?” Tanyanya kebingungan.
“Coba cerita pengalaman Mas hari ini, dari bangun tidur sampai pulang sekolah.” Seloroh saya mengajukan ide.
Dengan penuh antusias, ia pun mencoba fitur Google Voice Typing yang bisa membantu kita menulis tanpa harus mengetik di papan keyboard tersebut.
Belakangan, anak saya makin rajin menulis kembali pelajaran sekolahnya di Google Docs dengan bantuan Google Voice Typing.
Bahkan, ia sudah beberapa kali menulis konten yang berisi cerita pengalaman sehari-hari di blognya pribadinya–yang beralamat di kinzamahveen.com.
2. Memamerkan hasil karya
Lain saya, lain pula suami. Karena jago desain dan suka bikin animasi, suami saya kerap memamerkan hasil karya-karyanya kepada si Mas.
Hal ini kami lakukan karena si Mas yang masih anak-anak memang lebih tertarik pada hal-hal yang bersifat graphical seperti gambar atau animasi daripada tulisan-tulisan (artikel).
Tujuan utama kami memamerkan hasil karya adalah, untuk mengetahui minat dan bakat anak. Karena seperti yang saya baca di halodoc.com, mengenalkan anak pada berbagai bidang adalah salah satu cara mengetahui bakat anak.
“Terdapat beberapa cara yang dapat orang tua lakukan untuk mengenali bakat anak. Namun, cara paling awal yang perlu dilakukan adalah mengenalkan anak pada berbagai bidang.” Dikutip dari halodoc.com.
3. Mengajak anak berkolaborasi membuat karya
Saat si Mas harus sekolah dari rumah pada masa awal pandemi, suami saya sering mengajak si Mas berkolaborasi membuat konten edukasi yang sarat animasi.
Berbagai video hasil kolaborasi antara suami saya dan anak bungsu saya ini sudah kami upload ke platform Youtube (https://www.youtube.com/@KinzaMahveen).
Waktu itu, beberapa hal yang melatarbelakangi mengapa kami mengajak anak berkolaborasi membuat konten video diantaranya adalah:
- Untuk menanamkan keyakinan pada diri anak bahwa ia mampu dan dipercaya
- Untuk menambah pengetahuan anak
- Melatih mental anak agar terbiasa berbicara di depan kamera, dan
- Untuk menarik minatnya pada konten-konten berbasis video
4. Ajak anak berkreasi di momen-momen spesial
Di sepanjang tahun, ada banyak momen-momen spesial yang kerap diisi dengan aktivitas membuat konten-konten bertema khusus.
Dan biasanya, semakin banyak orang yang membuat konten dengan tema yang sama, maka tingkat perhatian kita pada konten-konten tersebut pun otomatis akan meningkat.
Salah satu contoh momen spesial yang sering saya jadikan sebagai momentum untuk mengajak anak membuat konten berbasis grafis, video, maupun teks, untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Di momen seperti ini, kami biasanya berkolaborasi membuat konten-konten sederhana untuk di-upload di status WhatsApp (WA) atau untuk dibagikan di grup keluarga.
Biasanya, anak-anak kalau diajak membuat konten untuk di pasang di status WA atau grup keluarga, mereka akan lebih serius karena ingin karyanya terlihat menarik dan keren.
5. Pilih aplikasi yang simple dan mudah digunakan
Agar bikin konten itu kesannya mudah, saya juga kerap menawarkannya aplikasi-aplikasi yang simpel dan mudah digunakan.
Untuk editing video misalnya, saya lebih suka mengenalkan anak pada aplikasi seperti CapCut dibandingkan dengan aplikasi lainnya.
Karena menurut saya, aplikasi editing video ini adalah salah satu yang paling simpel dan mudah digunakan, bahkan oleh seorang pemula sekalipun.
Tapi, meskipun saya berusaha mengenalkan anak pada aplikasi-aplikasi yang saya anggap sederhana dan mudah digunakan, namun saya tetap membebaskan anak untuk mendownload dan mencoba berbagai aplikasi yang menurutnya bagus atau menarik.
Jujur, saya tidak pernah melarang anak untuk mendownload dan mencoba sebanyak apapun aplikasi yang mereka mau.
Saya nggak pernah khawatir akan kehabisan kuota karena di rumah, kami sudah memasang wifi IndiHome yang kuota per bulannya lebih dari 700 GB.
Kedua, saya tidak ingin membatasi anak untuk mencoba dan bereksperimen dengan aplikasi yang menurutnya menarik atau yang paling ia sukai.
6. Pastikan anak bisa menikmati prosesnya
Dalam mempersiapkan anak menjadi content creator, saya tidak pernah menjadikan hasil akhir sebagai patokan.
Selama mereka mau mencoba bagi saya itu sudah cukup membesarkan hati saya.
Sebaliknya, saya ingin anak-anak bisa menikmati proses pembuatan konten. Karena saya percaya, kesan-kesan yang ditinggalkan pada saat proses pembuatan konten sering kali lebih berarti dibandingkan dengan hasil akhirnya.
Anak bisa menikmati proses pembuatan konten, saya biasanya selalu berusaha mengajak anak-anak untuk rileks, dan tidak ambil pusing apabila mereka ingin bermain, bercanda, atau ingin memasukkan ide-ide baru yang tidak kami rencanakan.
7. Berikan kebebasan kepada anak untuk mengekspresikan ide
Saya juga selalu berusaha kebebasan kepada anak-anak dalam berekspresi dan menentukan sendiri ide apa yang ingin dieksekusinya.
Seperti saat menyambut Ramadhan misalnya, alih-alih memintanya untuk membuat poster “Ramadhan Karim,” kami memberikan kebebasan kepada anak untuk menentukan sendiri apa yang ingin mereka buat sesuai dengan referensinya.
Seperti di Ramadhan tahun (2023) ini misalnya, si Mas (anak bungsu saya) memilih untuk membuat Ramadhan Chart yang kemudian kami eksekusi dengan aplikasi Canva.
8. Menonton hasil karya bersama (di TV)
Saya percaya bahwa, motivasi bisa datang dari mana saja. Menonton konten hasil buatannya bersama-sama adalah salah satu yang bisa membuatnya semakin termotivasi.
Sedangkan bagi kami (sebagai orang tua), kegiatan menonton bersama hasil karya anak adalah bentuk support dan rasa saling menyayangi.
Momen-momen kebersamaan seperti ini seringkali membuat ikatan batin kami terasa lebih kuat karena keceriaan yang tercipta selalu bisa menghangatkan suasana.
9. Pancing anak untuk selalu aktif berkreasi