Thursday 7 November 2024

Menarik! Ini Cara Kevin Gani Selamatkan Lingkungan dari Sampah Makanan di Surabaya

Pernahkah kalian mendengar istilah “food waste?” Istilah ini mengacu pada pemborosan makanan atau sisa makanan yang terbuang.

Yang dimaksud dengan sisa makanan di sini bukan hanya sisa makanan yang terbuang ketika tidak habis dikonsumsi. Tapi juga (bahan) makanan yang terbuang akibat tidak sempat diolah.

Menurut kajian Bappenas dan sejumlah lembaga lainnya, di Indonesia sampah makanan yang terbuang setiap tahun berkisar antara 23 hingga 48 juta ton, pada rentang tahun 2000–2019.


Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh makanan yang terbuang ini diperkirakan mencapai 213–551 triliun per tahun. Kalau dikira-kira, jumlah makanan yang dibuang itu sama dengan porsi makan untuk 61–125 juta orang.


Bayangkan jika makanan-makanan tersebut tidak dibuang? Tentu akan ada banyak orang-orang (yang membutuhkan) yang bisa menikmatinya.

Inilah yang sedang diperjuangkan oleh Kevin Gani. Seorang pemuda asal Surabaya, Jawa Timur, yang menginisiasi Garda Pangan untuk mewujudkan pangan berkelanjutan.

Kevin Gani berinisiatif untuk mengumpulkan kelebihan makanan dari restoran dan hotel yang masih layak konsumsi maupun yang sudah tidak layak konsumsi dari mulai tahun 2017.

Percaya atau tidak, sejak itu ia sudah berhasil mendistribusikan makanan layak konsumsi sebanyak 577.000 porsi. Makanan-makanan tersebut disalurkan kepada kurang lebih 28.000 penerimaan. Luar biasa, kan?

Sedangkan untuk makanan-makanan yang tidak layak konsumsi, akan dialihfungsikan menjadi pakan ternak maggot atau Black Soldier Fly (BSF) yang nantinya akan diolah menjadi pakan ternak atau pupuk organik.

Selain bisa dimanfaatkan untuk membuat pakan ternak dan pupuk organik, aktivitas mengumpulkan bahan makanan maupun makanan-makanan yang tidak layak konsumsi untuk dijadikan sebagai pakan maggot juga bermanfaat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Kalian tahu kan, kalau emisi gas rumah kaca ini adalah aktivitas pelepasan gas ke atmosfer yang menyebabkan panas matahari terperangkap di atmosfer, dan ujung-ujungnya menyebabkan suhu di bumi naik?

Ya, emisi gas rumah kaca merupakan salah satu penyebab kenapa tempat tinggal kita terasa sangat panas, khususnya di siang hari.

Dampak negatif emisi gas rumah kaca ini enggak hanya bikin suhu di bumi naik tapi juga bisa menyebabkan perubahan iklim yang ekstrem. Seperti misalnya, cuaca dingin yang sangat dingin atau cuaca panas yang sangat panas, menyebabkan permukaan air laut naik karena es di kutub yang mencair, atau menyebabkan musim jadi tidak menentu.

Kalau ditelusuri lebih jauh lagi, emisi gas rumah kaca ini juga bisa menyebabkan kerusakan ekosistem yang mengancam kelangsungan hidup flora dan fauna, serta menyebabkan menurunnya kualitas udara yang kita hirup, di samping menyebabkan dampak negatif di sektor sosial dan ekonomi.

Kamu mungkin bertanya-tanya, kenapa emisi gas rumah kaca bisa mempengaruhi atau menyebabkan kekacauan di bidang ekonomi dan sosial?

Begini. Kalau kita telusuri lebih jauh. Emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global dapat menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim ini akan memicu banyak hal, salah satunya adalah gagal panen, entah itu akibat kemarau panjang atau hujan lebat yang bikin banjir.

Nggak cuma itu, di beberapa negara, cuaca ekstrem bahkan bisa menyebabkan kerusakan infrastruktur hingga memaksa sebagian penduduknya untuk mengungsi.

Nah, sekarang kalian sudah paham kan kenapa emisi gas rumah kaca bisa menimbulkan berbagai dampak negatif?

Dan, saya berharap kalian juga bisa merasakan betapa besar efek positif yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas sederhana seperti yang dilakukan oleh Kevin Gani.

Perjuangan Kevin Gani untuk Menciptakan Pangan Berkelanjutan

Selain mendirikan social enterprise (Garda Pangan) untuk menangani pemborosan makanan (food waste) dari restoran maupun hotel, kevin Gani juga mencoba untuk mengurangi food loss.

Salah satu kiat yang dilakukan oleh Kevin Gani untuk mengurangi food loss adalah dengan menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya mengelola sampah makanan.

Tapi sebelum kita lanjutkan, saya ingin menjelaskan sedikit perbedaan antara food loss dan food waste supaya kalian nggak bingung.

Untuk food waste, saya harap kalian sudah mengerti karena sudah saya menjelaskannya di atas.

Sedangkan untuk food loss. Yang dimaksud dengan food loss adalah, makanan yang terbuang dari mulai tangan pertama (petani) sampai kepada pemasok atau supplier. Tidak termasuk pengecer dan juga konsumen lho ya... Jadi, hanya sebatas dari petani sampai supplier saja.

Seperti yang kita tahu, ketika petani panen. Entah itu panen buah, sayur, atau yang lainnya, pasti ada saja hasil panen tersebut yang rusak atau tercecer selama proses pemanenan hingga pengemasan. Makanan-makanan yang rusak dan tercecer tersebut seringkali dibuang begitu saja. Inilah yang disebut dengan istilah food loss.

Sedangkan di tangan supplier atau pemasok, food loss biasanya terjadi selama proses transportasi, pengemasan kembali, atau selama penyimpanan sebelum didistribusikan kepada pengecer atau dijual langsung kepada konsumen (rumah tangga, restoran, hotel).

Astra Apresiasi Kevin Gani dengan SATU Indonesia Awards

Usaha kevin Gani mengumpulkan sisa-sisa makanan dari restoran dan hotel demi mewujudkan kesetaraan akses pangan di Surabaya, dan untuk menangani isu sampah makanan (food loss & food waste), memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap lingkungan.

Tidak hanya memberikan dampak positif yang signifikan bagi lingkungan, apa yang dilakukan oleh Kevin Gani dengan mendistribusikan 577.000 porsi makanan sejak tahun 2017 merupakan prestasi yang luar biasa.

Karena melalui tindakannya ini, secara tidak langsung ia juga berkontribusi terhadap lingkungan yang berkelanjutan dan menciptakan ketahanan pangan yang bisa dinikmati oleh masyarakat kurang mampu.

Alasan itulah yang membuat dewan juri SATU indonesia Awards memilih ‘arek Suroboyo’ ini sebagai salah satu penerima apresiasi di bidang lingkungan dari Astra untuk periode tahun 2024 ini.

Selain menerima trofi dari Astra, Kevin Gani juga berhak atas bantuan dana pembinaan sebesar 65 juta rupiah, di samping dapat berbagai support untuk memastikan kegiatan yang dilakukannya tetap berjalan lancar dan bisa meningkat.

SATU Indonesia Awards


BTW, apa itu SATU Indonesia Awards? Berikut penjelasan singkat dan cara mengikutinya.

SATU Indonesia Awards adalah sebuah ajang penghargaan tahunan yang diberikan oleh Astra kepada anak-anak muda Indonesia yang telah memberikan kontribusi positif untuk negeri ini (Indonesia).

Penghargaan ini diberikan kepada siapa saja (pemuda Indonesia berusia maksimal 35 tahun) yang punya ide-ide kreatif dan inovatif untuk mengatasi berbagai permasalahan atau menginisiasi ide yang bisa memajukan bangsa Indonesia.

Para finalis akan dipilih oleh para dewan juri yang pasti kompeten dibidangnya. Mulai dari, Prof. Nila Moeloek, Prof. Emil Salim, Onno W. Purbo, hingga Dian Sastro.

Tujuan Astra mengadakan program penghargaan SATU Indonesia Awards adalah untuk mengajak generasi muda menciptakan perubahan positif, dan mendukung program-program berkelanjutan melalui bantuan finansial atau berbagai bentuk dukungan lainnya.

1. Syarat Utama untuk Ikut SATU Indonesia Awards

Kalau kamu atau kelompokmu punya ide cemerlang yang bisa bikin hidup orang-orang disekitarmu jadi lebih baik. Atau, kalau kamu punya proyek keren yang bermanfaat buat lingkungan? Kamu punya kesempatan besar menjadi finalis SATU Indonesia Awards seperti Kevin Gani!

Untuk syarat-syarat lainnya bisa kamu cek langsung disini.

2. Kategori Penghargaan

SATU Indonesia Awards memiliki 5 kategori penghargaan. Setiap tahun akan dipilih minimal 5 finalis dari 5 kategori ini.

  1. Kesehatan. Contohnya, program yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, misalnya layanan kesehatan gratis atau kampanye kesehatan
  2. Pendidikan. Fokus kategori pendidikan adalah meningkatkan kualitas pendidikan, seperti pengajaran kreatif atau beasiswa buat anak-anak di daerah terpencil, dll.
  3. Lingkungan. Misalnya, program yang membantu menjaga dan melestarikan alam seperti penanaman pohon atau pengolahan sampah agar lebih ramah lingkungan.
  4. Kewirausahaan. Kategori ini diperuntukkan buat kalian yang punya program untuk menciptakan peluang usaha baru. Misalnya, biar ekonomi masyarakat bisa lebih mandiri dan berkembang.
  5. Teknologi. Fokus kategori ini adalah memanfaatkan teknologi buat menyelesaikan masalah, seperti aplikasi edukasi atau platform yang mendukung petani, misalnya.

Jadi, kalau kamu punya ide atau proyek keren yang pas di salah satu kategori ini, segera daftarkan dirimu di website https://www.astra.co.id/satu-indonesia-awards, siapa tahu kamu terpilih menjadi salah satu finalis dan dapat pengakuan di tingkat nasional!

3. Bagaimana Cara Daftarnya?

Untuk mendaftar, kamu perlu mengetahui periode pendaftaran dengan mengunjungi laman https://satuindonesiaawards.astra.co.id/. Di sana, kamu akan menemukan informasi lengkap mengenai tata cara pendaftaran dan persyaratan yang harus dipenuhi.

So, tunggu apa lagi? Kalau kamu punya ide cemerlang dan semangat untuk membuat perubahan, jangan ragu, segera daftarkan dirimu sebagai calon finalis SATU Indonesia Awards. Siapa tahu, kamu adalah generasi muda Indonesia yang selama ini dicari-cari oleh para juri.

Yuk Tiru Kevin Gani untuk Mengatasi Food Loss dan Food Waste

Memperjuangkan pangan berkelanjutan yang dilakukan oleh Kevin Gani dengan mengatasi masalah food loos dan food waste adalah sumber inspirasi yang wajib kita tiru.

Kalau kalian tidak bisa meniru apa yang dilakukan oleh Kevin Gani, yaitu mengumpulkan sisa-sisa makanan dari restoran maupun hotel, setidaknya kalian bisa melakukan hal-hal sederhana seperti yang saya lakukan di rumah.

Di rumah, saya sudah mulai memilah sampah organik dan anorganik. Sampah organik seperti sisa potongan sayur atau sisa makanan yang tidak habis termakan akan saya kumpulkan untuk dijadikan sebagai kompos.

Kompos ini saya gunakan langsung di pekarangan rumah untuk memupuk berbagai tanaman sayur-mayur dalam berbagai macam rempah hingga tanaman obat yang seringkali saya butuhkan untuk memasak.

Supaya tidak berbau busuk dan tidak mengundang lalat. Sampah-sampah ini akan langsung saya timbun dengan tanah yang sudah saya siapkan. Atau, bisa juga dengan dibuatkan lubang secukupnya di tanah kemudian langsung ditimbun.

Meski hanya berkebun di lahan seluas 2 x 5 meter. Nyatanya, saya bisa menanam aneka rupa sayur-mayur dan berbagai kebutuhan dapur. Mulai dari cabe, tomat, jeruk limau, sereh, laos, kunyit, bayam, kangkung, dan masih banyak tanaman sayur lainnya.

Meski membuat kebun sayur di ruang yang sempit dan hanya mengandalkan pupuk organik yang berasal dari sisa makanan, nyatanya kebun kecil ini mampu memenuhi kebutuhan sayur harian keluarga kami.

Selain bisa membantu menghemat uang belanja, kebun kecil ini juga bisa membantu memenuhi kebutuhan pangan organik yang sehat. Ya, kebun ini memang saya buat untuk memenuhi kebutuhan sayur-mayur organik bagi keluarga saya.

Semenjak membuat kebun organik di pekarangan rumah, saya tak pernah lagi membuang sampah organik seperti sisa makanan, potongan sayur, kulit bawang, hingga kulit buah-buahan ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Bagaimana dengan kalian? Apakah kalian sudah mulai memilah sampah dari rumah? Apa saja kiat-kiat yang kalian lakukan untuk mengatasi isu food waste dan lingkungan? Yuk, share di kolom komentar.

Tips Mengurangi Food Waste dari Rumah

Jangan skip tips cara menangani food waste ini ya!

  • Buat list belanja. Sebelum belanja, bikin list makanan apa saja yang kamu butuhkan. Jadi, kamu nggak akan beli makanan secara berlebihan
  • Simpan makanan dengan benar. Masukin makanan ke wadah kedap udara dan simpan di tempat yang sesuai. Biar awet dan nggak gampang basi.
  • Manfaatkan sisa makanan. Be creative! Sisa nasi bisa dibuat jadi nasi goreng, sayur yang masih bagus bisa diolah jadi tumisan, dll
  • Kompos. Buat kompos dari sisa makanan organik. Cara buat kompos gampang dan bisa dijadikan pupuk buat tanaman
  • Bagi-bagi makanan. Kalau punya makanan sisa yang masih layak makan, langsung aja dibungkus buat dibagi-bagikan ke tetangga atau orang yang membutuhkan.

Gampang kan? Dengan beberapa cara-cara di atas, kita udah ikut nyumbang buat mengurangi sampah makanan dan bikin bumi kita jadi lebih sehat. Yuk, ajak teman dan keluarga buat ikutan!



Tuesday 5 November 2024

Kisah Ayu Fauziyyah Adhimah Membangun Platform Edukasi Gizi dan Raih SATU Indonesia Award 2024 dari Astra

Seorang analis internet dari Bernstein Research bernama Mark Shmulik memaparkan hasil penelitian terbaru mengenai “kebiasaan baru” generasi Z (kelahiran 1997–2012) yang lebih suka mencari informasi melalui platform social media semisal TikTok dan Instagram daripada di Google.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Talker Research dan Forbes Advisor terhadap 2000 generasi Z (Gen-Z) menunjukkan bahwa 45% dari mereka tidak lagi menggunakan mesin pencarian Google untuk mencari informasi. Sebagai gantinya, mereka lebih suka mencari informasi seperti rekomendasi tempat makan, tempat belanja, dan berbagai informasi lainnya melalui platform social media seperti TikTok dan Instagram. 

Penyebab Gen-Z Tidak Lagi Mengandalkan Google untuk Mencari Info di Internet

Generasi Z kini semakin jarang mengandalkan mesin pencari seperti Google yang telah teruji untuk mencari informasi. Sebagai gantinya, mereka lebih suka mencari info lewat platform media sosial seperti TikTok.

Salah satu alasan yang menyebabkan Gen-Z tidak lagi mengandalkan Google untuk mencari informasi dan beralih ke TikTok ataupun Instagram adalah karena format video singkat yang ditawarkan oleh kedua platform tersebut dirasa lebih menarik dan mudah dicerna.

Sebenarnya tidak hanya Gen-Z, sebagian besar masyarakat kini lebih banyak menghabiskan waktu di sosmed semisal TikTok. Sehingga, meskipun tidak secara langsung mencari informasi, namun berbagai paparan informasi yang mereka dapatkan dari TikTok kerap dijadikan sebagai acuan tanpa mengecek valid tidaknya informasi tersebut. Apalagi, jika yang menyampaikan informasi tersebut adalah seorang influencer terkenal yang punya banyak pengikut (follower).

Dampak Negatif Cari Info di Sosial Media 

Tren mencari informasi lewat sosial media yang sering dilakukan oleh Gen-Z ini sebenarnya membawa konsekuensi tersendiri. Pasalnya, sosok-sosok yang dijadikan acuan (sumber info) oleh Gen-Z bukanlah ahli di bidangnya, melainkan influencer.

Mengambil informasi dari influencer tidak sepenuhnya salah. Hanya saja, banyak influencer yang populer tapi tidak memiliki tingkat kredibilitas di bidang ilmiah yang dibutuhkan.

Jadi, meskipun influencer punya kemampuan dalam mempengaruhi persepsi audience-nya, sayangnya banyak diantara mereka yang tidak memiliki latar pendidikan yang memadai, khususnya dalam bidang gizi dan kesehatan.

Berbekal ketenaran dan kemampuannya menarik perhatian penonton, mereka sering memanfaatkan kemampuan tersebut untuk mempromosikan berbagai produk dan menyebarkan pandangan yang kerap tidak didukung bukti ilmiah yang cukup.

Akibatnya, risiko penyebaran informasi yang keliru menjadi sangat tinggi dan berpotensi menyesatkan banyak orang. Akibatnya, orang-orang yang mendapatkan informasi yang salah berpotensi mengambil keputusan yang salah tentang kesehatan dan gizi mereka.

Fenomena inilah yang disoroti oleh Ayu Fauziyyah Adhimah seorang ahli gizi sekaligus penerima apresiasi SATU Indonesia Awards di bidang kesehatan dari Astra pada tahun 2024 ini.

Menurut Ayu, kondisi ini turut diperparah oleh minimnya sumber informasi yang valid mengenai gizi atau pendapat-pendapat seputar gizi yang memiliki dasar-dasar ilmiah atau yang didukung oleh para ahli di bidangnya.

Hal inilah yang membuat Ayu Fauziyyah Adhimah beserta dua orang rekannya yaitu Yusrina Husnul dan Salsabila Fasya untuk membuat sebuah platform edukasi gizi.

Platform Edukasi Gizi: Gizipedia Indonesia

Seperti yang saya disinggung di atas tadi, platform edukasi gizi (Gizipedia Indonesia) ini dibuat karena keresahan Ayu Fauziyyah Adhimah yang melihat perkembangan fenomena baru di kalangan masyarakat.

Di mana, masih banyak masyarakat yang cenderung lebih percaya sama info-info mengenai gizi yang dipaparkan oleh influencer daripada ahli gizi yang kompeten. Padahal banyak influencer yang yang mereka jadikan sebagai rujukan, justru tidak memiliki background pendidikan di bidang gizi.

Selain untuk membantu masyarakat yang ingin mencari sumber info mengenai gizi yang valid, Gizipedia juga dimaksudkan untuk membantu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang nutrisi.


Pasalnya, meski zaman sudah cukup modern, namun sayangnya masih banyak masyarakat yang kerap menjadi korban hoax dan iklan.

Kental manis adalah salah satu contohnya. Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang menyebut kental manis sebagai “susu.”

Tidak hanya dalam hal penyebutannya, masih banyak juga masyarakat yang meyakini bahwa kental manis memiliki kandungan susu bernutrisi tinggi layaknya produk susu lainnya.

Sayang, anggapan tersebut salah. Karena, meskipun terbuat dari produk susu cair yang diuapkan, namun SKM mengandung gula yang sangat tinggi, nyaris 50% dan kadar lemak susu 8% serta protein minimal 6,5%. 

BPOM sendiri telah merilis surat edaran (nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000) pada tahun 2018 yang lalu mengenai “Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya” (Kategori Pangan 01.3). Meski telah diedarkan sejak lama namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya.

Hal lainnya yang berkaitan dengan gizi dan menjadi sorotan adalah, kondisi di mana masyarakat masih banyak yang belum paham ‘cara memasak’ sayuran untuk menjaga nutrisi yang terkandung di dalamnya.

Hingga kini, masih banyak masyarakat yang mengolah sayur-sayuran dengan cara direbus atau digoreng secara berlebihan, hingga membuat vitamin yang terkandung di dalam sayur-sayuran menjadi rusak.

Di lain pihak, banyak masyarakat yang masih menghadapi kesulitan dalam menghitung kandungan nutrisi pada berbagai makanan yang mereka konsumsi. Kurangnya pemahaman mengenai komposisi gizi dan bagaimana mengukur kebutuhan nutrisi harian sering kali membuat upaya menjaga kesehatan melalui pola makan seimbang menjadi terasa sangat sulit.

Selain untuk mengedukasi masyarakat, Gizipedia juga dimaksudkan sebagai sumber rujukan bagi profesional di bidang gizi seperti, dietisien, nutrisionis, dan ahli gizi lainnya.

Juga, untuk mahasiswa yang belajar di bidang gizi agar mereka bisa mengikuti perkembangan terbaru mengenai gizi dan nutrisi.

Dan yang terakhir, Gizipedia diciptakan untuk para pendidik atau praktisi kesehatan yang ingin mendapatkan mencari rujukan yang valid serta untuk memberikan pemahaman mendalam kepada siswa tentang pentingnya gizi.

Gizipedia Disokong oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)

Untuk memastikan validitas informasi tentang nutrisi yang disajikan di platform Gizipedia Indonesia, pihak pengelola membatasi penulisnya hanya pada para ahli gizi seperti:

  • Dietisien. Yaitu, seorang ahli gizi yang telah menempuh pendidikan formal di bidang ilmu gizi dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi dietisien. Mereka memiliki pengetahuan yang mendalam tentang nutrisi, diet, dan kesehatan, serta dilatih secara profesional untuk memberikan layanan konsultasi, menyusun program diet, dan mengelola terapi gizi medis.
  • Nutrisionis. Adalah seorang profesional di bidang gizi yang memiliki latar belakang pendidikan formal di ilmu gizi atau lulusan program sarjana gizi. Mereka memiliki pengetahuan mendetail tentang nutrisi, metabolisme, dan peran nutrisi yang mendukung kesehatan serta pencegahan penyakit.

Hal ini dilakukan agar setiap konten yang dipublikasikan memiliki keakuratan yang tinggi dan didukung oleh pengetahuan profesional yang sesuai dengan standar di bidang gizi.



Kreasikan Gizipedia, Ayu Fauziyyah Adhimah Diganjar Award oleh Astra

Melalui ajang SATU Indonesia Awards 2024, Astra International Tbk telah memberikan apresiasi kepada Ayu Fauziyyah Adhimah atas kontribusinya dalam menciptakan platform gizi untuk pembangunan bangsa yang berkelanjutan.

Penghargaan ini bukan hanya sekadar pengakuan atas prestasi individu, tetapi juga sebagai bentuk dukungan Astra kepada pemuda-pemudi Indonesia yang berkontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan.

Gizipedia, sebagai platform edukasi gizi yang inovatif, telah diharapkan bisa dijadikan sebagai acuan gizi dan bisa mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang.

Melalui apresiasi ini, Astra berharap akan semakin banyak anak muda yang mau berinovasi, berkreasi, dan berperan aktif dalam menciptakan perubahan yang positif di masyarakat serta lingkungan.

Prestasi gemilang Ayu Fauziyyah Adhimah dalam meraih SATU Indonesia Awards 2024 adalah bukti bahwa generasi muda Indonesia sejatinya memiliki potensi yang luar biasa.

Selain Ayu Fauziyyah Adhimah, sebenarnya masih ada banyak finalis SATU Indonesia Awards lainnya yang telah berhasil mendapatkan dana apresiasi sebesar 65 juta rupiah dan berbagai dukungan untuk mempertahankan dan memajukan kegiatan mereka.

Ulasan mengenai pemuda-pemuda inspiratif yang meraih SATU Indonesia Awards dari Astra bisa kalian lihat di postingan saya sebelumnya. Mereka semua adalah contoh nyata bagi kita-kita generasi muda Indonesia yang punya tekad untuk membuat perubahan positif bagi orang-orang di sekitar kita maupun lingkungan.

Buat kalian yang tertarik untuk menjadi finalis SATU Indonesia Award, yuk daftarkan diri kalian atau tim/kelompok kalian di https://satuindonesiaawards.astra.co.id/.

Sunday 3 November 2024

Kisah Perjuangan Muhammad Aria Yusuf untuk Menyejahterakan & Membantu Petani Kelapa Lepas dari Tengkulak

Hingga saat ini, kehadiran tengkulak kerap disebut-sebut sebagai “pisau bermata dua” bagi para petani di Indonesia. Di satu sisi, kehadiran mereka sangat membantu para petani. Tapi di sisi lain, tengkulak juga disebut-sebut sebagai salah satu penyebab petani terjebak dalam kemiskinan.

Bagi kita yang belum begitu mengenal tengkulak, mungkin bertanya-tanya, ‘Mengapa kehadiran mereka dianggap membantu petani?’ Bahkan, jangan heran apabila banyak petani yang menganggap tengkulak sebagai pahlawan. Bagaimana mungkin?

Ya, saya yakin banyak diantara kita yang menganggap tengkulak hanya merugikan petani. Meskipun ada benarnya bahwa tengkulak kerap merugikan petani, akan tetapi, di beberapa kondisi, tengkulak justru dianggap sebagai penyelamat.


Khususnya bagi petani yang membutuhkan dana cepat untuk modal. Di sinilah para tengkulak kerap muncul sebagai pahlawan bagi para petani karena mereka bisa menyediakan modal dengan cepat dan dalam jumlah yang tak terbatas.

Karena membutuhkan modal yang cepat dan banyak inilah mengapa banyak petani yang lebih suka meminjam uang kepada tengkulak daripada meminjam uang di koperasi atau di bank yang sejatinya menawarkan bunga lebih rendah.

Meskipun meminjam modal kepada para tengkulak bukan opsi terbaik bagi sebagian besar petani. Akan tetapi, keterbatasan jumlah modal yang bisa dipinjam dari koperasi atau bank membuat banyak petani terpaksa meminjam kepada tengkulak. Belum lagi, proses dan syarat meminjam di bank atau koperasi yang seringkali dirasa terlalu rumit untuk dipenuhi. 

Itulah alasan kenapa kehadiran para tengkulak ini kerap dianggap sebagai solusi oleh para petani. Meskipun mereka menyadari bahwa pinjaman modal dari tengkulak justru membuat mereka terjebak dalam kemiskinan.

Memang sangat disayangkan. Mengingat, pinjaman modal dari para tengkulak seringkali membuat petani tidak memiliki kekuatan tawar sehingga mereka terpaksa harus menjual hasil panen kepada para tengkulak yang meminjamkan mereka modal. Tidak berhenti hingga di sana, terkadang para tengkulak lah yang menentukan harga, bukan para petani. Kondisi inilah yang membuat para petani semakin sulit untuk mencapai taraf sejahtera.

Petani Kelapa di Indonesia

Kelapa merupakan salah satu sektor pertanian terbesar di Indonesia dan dianggap sebagai tulang punggung perekonomian, khususnya di desa-desa.

Lahan kelapa di Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu yang terluas di dunia. Karena itu tak mengherankan apabila setiap tahun Indonesia mampu menghasilkan lebih dari 1000 ribu ton kelapa.

Sejumlah daerah yang disebut-sebut sebagai penghasil kelapa terbesar di Indonesia diantaranya adalah: Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, Jawa Timur dan Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan, hingga Jambi.

Selain daerah-daerah yang sudah saya sebutkan di atas, sebenarnya nyaris di setiap daerah pasti bisa dengan mudah kita jumpai kebun kelapa. Ini tidak lepas dari kondisi iklim di Indonesia yang memang cocok untuk membudidayakan kelapa. Di samping itu, panah-panah di Indonesia juga tergolong subur di samping faktor geografis Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau.

Itulah sebabnya mengapa petani kelapa di Indonesia jumlahnya sangat banyak. Tapi lagi-lagi, para petani kelapa ini setali tiga uang dengan petani di sektor lain, yang sulit mencapai taraf sejahtera akibat terjebak tengkulak.

Bayangkan, para petani kerap kali harus menjual hasil panen kelapa mereka kepada para tengkulak dengan harga yang terlampau murah.

Di wilayah Tembilahan dan Indragiri Hilir Provinsi Riau adalah salah satu contohnya. Di sini, harga kelapa para petani oleh tengkulak hanya dihargai Rp400 s/d Rp1300 saja per kilogram.

Kondisi inilah yang membuat Muhammad Aria Yusuf dan 3 temannya yang masing-masing memiliki keahlian di bidang IT, logistik, cukai, dan pertanian, berinisiatif untuk mendirikan InacomID.

Mengenal InacomID

image source from kompas.id

Tujuan utama InacomID didirikan adalah untuk menyejahterakan dan mendukung petani, khususnya petani kelapa dengan bantuan teknologi. Jika dirinci, InacomID memiliki 3 tujuan utama, yaitu:

Menyejahterakan petani kelapa dengan meningkatkan daya tawar produk-produk berkualitas. Dengan begitu, petani tidak perlu menjual produk-produknya yang berkualitas tinggi dengan harga murah kepada tengkulak.

Sebaliknya, produk-produk berkualitas tersebut bisa dijual langsung ke pasar dengan harga yang lebih mahal. Cara ini terbukti bisa meningkatkan pendapatan petani hingga 50%.

Strategi ini telah terbukti berhasil meningkatkan nilai penjualan kelapa di wilayah Tembilahan dan Indragiri Hilir yang tadinya hanya ditawar Rp400 sampai Rp1300 per kilogram, kini bisa meningkat menjadi 700–2100 rupiah per kg.

Tujuan kedua adalah menghubungkan para petani dengan pasar secara langsung. Misalnya, agar para petani bisa lebih mudah terkoneksi langsung dengan pemilik lahan, pelaku usaha kecil mikro, pasar lokal, maupun pasar internasional.

Singkatnya, ini memudahkan para petani untuk mengakses pasar tanpa harus melalui tengkulak, sehingga pendapatan mereka pun bisa meningkat.

Tujuan ketiga adalah memberikan edukasi mengenai praktek pertanian modern agar para petani bisa meningkatkan kualitas produknya dan bisa menjual produk dengan quantity yang lebih banyak.

Hingga saat ini, InacomID telah beroperasi di 5 provinsi yang meliputi 9 kabupaten seperti:

  1. Kabupaten Tembilahan di Provinsi Riau
  2. Indragiri Hilir di Provinsi Riau
  3. Tanjung Jabung di Timur Provinsi Riau
  4. Lampung Selatan
  5. Surabaya di Provinsi Jawa Timur 
  6. Buton Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara
  7. Donggala di Provinsi Sulawesi Tengah

Kehadiran InacomID di berbagai wilayah tersebut tidak hanya berdampak positif bagi para petani kelapa yang terlibat langsung, tapi juga berdampak positif bagi masyarakat di sekitarnya. Pasalnya, kehadiran InacomID telah membantu menyerap antara 800 hingga 1000 tenaga kerja yang sebagian besar berasal dari kalangan ibu rumah tangga.

Muhammad Aria Yusuf Raih Penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra

Muhammad Aria Yusuf dan timnya mendapatkan apresiasi pada ajang 11th SATU Indonesia Awards pada tahun 2020 berkat inovasi InacomID yang mereka kembangkan.

Penghargaan ini adalah bentuk dukungan Astra bagi generasi muda Indonesia yang dianggap berkontribusi positif dalam 5 bidang berikut: teknologi, sosial, dan lingkungan, kesehatan, dan kewirausahaan.

Para finalis yang terpilih akan mendapatkan dana pembinaan sebesar Rp65.000.000 (enam puluh lima juta rupiah), plus pembinaan kegiatan guna mendukung kelanjutan kegiatan atau proyek mereka.

Cara Mengikuti Program Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia Awards

Program Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia Awards adalah ajang penghargaan dari Astra bagi pemuda yang berprestasi.

Ajang SATU Indonesia Awards telah menjadi agenda tahunan sejak tahun 2010. Pada tahun 2024 ini, ajang tersebut memasuki penyelenggaraan ke-15. Adapun para pemenang 15th SATU Indonesia Awards 2024 telah diumumkan dan bisa kami lihat dengan mengunjungi laman https://www.astra.co.id/satu-indonesia-awards.

Kini saatnya kamu mempersiapkan diri untuk menjadi salah satu kandidat pemenang dalam ajang anugerah pewarta Astra yang ke-16 untuk periode tahun 2025.

Kalau kamu merasa punya kontribusi positif bagi masyarakat maupun kehidupan berkelanjutan, segera daftarkan dirimu di website https://satuindonesiaawards.astra.co.id. Di sana, kamu juga akan mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai syarat maupun ketentuan serta formulir pendaftaran.

Thursday 31 October 2024

Dari Jualan Es di Pinggir Jalan, Yudi Efrinaldi Raih Ratusan Juta & Penghargaan Astra

Kesulitan (ekonomi) seringkali membuat kita bisa melakukan hal-hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bahkan tak jarang, kita merasa takjub dengan diri kita sendiri yang mampu melakukan hal-hal yang mungkin kita anggap mustahil untuk dilakukan.

Tapi begitulah hidup. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi sampai kita benar-benar mencoba. Karena “nasib” itu sejatinya bisa berubah hanya dalam hitungan detik. Seperti ungkapan yang mengatakan, “roda itu berputar.” 

Contohnya adalah Yudi Efrinaldi, salah seorang finalis SATU Indonesia Awards ke-12 inisiasi Astra International Tbk.

Kisah pria asal Asahan, Sumatera Utara ini sangat menarik untuk disimak dan bisa dijadikan sebagai inspirasi bagi kita yang ingin mencoba mengubah nasib.

sumber gambar instagram @esgakberes

Kisah Sukses Yudi Efrinaldi Berbisnis “Es Gak Beres yang Sangat Beres”

Kisah sukses Yudi Efrinaldi berbisnis minuman es dimulai ketika pria yang awalnya bekerja sebagai pegawai honorer ini mencoba membuka usaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Sekitar tahun 2019, ia mencoba berjualan bubur ayam di pinggir jalan, namun usaha tersebut tidak berjalan lancar karena minimnya peminat. Tidak putus asa, Yudi mencoba peruntungannya dengan berjualan pisang goreng crispy secara online. Tapi lagi-lagi, usaha ini juga belum membuahkan hasil.

Ketika memasuki bulan Ramadhan, Yudi kembali mencoba usaha baru. Kali ini ia mencoba berjualan jus buah menjelang berbuka puasa.

Seperti kebanyakan penjual dadakan, Yudi juga berjualan dengan jus buah di pinggir jalan dengan fasilitas ala kadarnya berupa meja dan gerobak.

sumber gambar instagram @esgakberes

Tapi siapa sangka, meski berjualan dengan fasilitas seadanya, usaha jus buahnya ternyata laris manis. Hampir setiap hari jus buah yang dijual Yudi selalu sold out hanya dalam hitungan jam.

“Jualan dari jam 3 sampai jam 6 sore. Alhamdulillah, es laris. Saya juga promosi lewat WA story dan media sosial,” tutur Yudi ketika menjadi narasumber dalam talkshow bertajuk “Membangun Masa Depan Melalui Kewirausahaan Bersama Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards.”

Saking populernya, es buatan Yudi selalu ludes terjual, bahkan jauh sebelum waktu berbuka puasa tiba. Beberapa pelanggan sering kali harus pulang dengan tangan kosong karena es yang dijual Yudi sudah habis duluan.

Salah seorang konsumen yang tidak kebagian pernah berkomentar dengan nada setengah bercanda, “Di sepanjang jalan ini banyak yang jualan es untuk berbuka, tapi cuma es kau yang paling cepat habis. Es kau memang gak beres!” tukasnya.

Mendengar candaan tersebut, Yudi pun tertarik untuk menjadikannya sebagai brand usaha jualan es-nya.

Sukses berjualan es yang selalu laris di bulan Ramadhan membuat Yudi berniat untuk meneruskan usaha tersebut setelah Lebaran. Namun siapa sangka, kali ini peruntungannya tidak sebaik di bulan Ramadhan.

Es yang dijualnya dengan brand “Es Gak Beres” dan tagline “Segerr Kali Baahh!” kurang laku. Kalaupun ada yang membeli, pelanggannya kerap mengajukan komplain karena rasa es-nya yang dianggap tidak enak. Rupa-rupanya, perubahan cita rasa es jualan Yudi ini terjadi akibat terlalu lama sampai di tangan konsumen. Karena sudah terlalu lama dibuat, cita rasa es-nya tak lagi segar. 

Sekali lagi Yudi mencoba berinovasi dengan mencari resep dan ide jualan baru yang lagi tren dan banyak digemari. Kali ini, Yudi mencoba berjualan es boba, thai tea, dan jelly susu.

Untuk resepnya, Yudi mengaku mencari secara online dengan mempelajari beberapa resep yang ada di YouTube. Setelah mendapatkan resepnya, ia kemudian mencoba berinovasi dengan membuat racikan es yang menurutnya benar-benar enak.

Sekali lagi, es racikannya laris manis. Bahkan, bisnis es-nya kali ini lebih laris dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya.

Kesuksesannya tersebut rupanya menginspirasi banyak pedagang es di sekitarnya untuk berjualan es yang sama dan memasang brand yang serupa dengan milik Yudi. Hanya saja, es jualan Yudi tetap punya cita rasa khas dan sulit untuk disaingi.

Melihat fenomena tersebut, Yudi kemudian bergerak cepat mematenkan merek dagang “Es Gak Beres yang Sangat Beres” ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.

Setelah mematenkan merek, Yudi kemudian menawarkan kemitraan (franchise) “Es Gak Beres yang Sangat Beres” kepada ibu-ibu rumah tangga maupun siswa-siswa sekolah yang ingin punya usaha.

Tak hanya menawarkan kemitraan “Es Gak Beres yang Sangat Beres,” Yudi juga memberikan pendampingan kepada siapa saja yang tertarik untuk bergabung.

Hanya dalam kurun waktu 2 tahun, “Es Gak Beres yang Sangat Beres” memiliki lebih dari 500 gerai yang tersebar di berbagai tempat dan daerah.

Selain di kota asalnya, “Es Gak Beres yang Sangat Beres” juga tersebar di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Riau, Aceh, Jawa Tengah dan Jawa Barat, hingga Kalimantan Tengah. 

Setiap hari masing-masing gerai mampu menjual 300 cup es dengan omset antara Rp300.000 hingga Rp 1,5 juta. Dari usaha es ini, Yudi bisa meraup omset antara 100-150 juta rupiah dari hasil berjualan bahan baku es kepada mitra cabang.

sumber gambar instagram @esgakberes

Es Gak Beres Rambah Pelayanan Sosial

Usaha jualan es pinggir jalan rintisannya yang dilabeli “Es Gak Beres yang Sangat Beres” yang dipasarkan dengan sistem kemitraan ini tidak hanya membawanya ke pintu kesuksesan, tapi juga telah membantu banyak orang-orang di sekitarnya untuk mendapatkan pekerjaan.

Selain fokus berjualan, Yudi melalui brand “Es Gak Beres yang Sangat Beres” juga mencoba menebar kebaikan lewat pelayanan sosial. Misalnya dengan menyediakan ambulan gratis hingga sembako gratis bagi masyarakat yang membutuhkan.

Terpilih Menjadi Finalis 12th SATU Indonesia Awards pada 2019

Yudi Efrinaldi terpilih sebagai finalis 12th SATU Indonesia Awards 2019 berkat kontribusinya dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya.

Sebagai generasi muda yang kreatif dan inspiratif di bidang kewirausahaan, Yudi tidak hanya membangun usahanya sendiri tetapi juga membuka lapangan pekerjaan, memberdayakan masyarakat, dan memberi dampak positif bagi banyak orang.

Melalui inovasi dan ketekunannya, Yudi membuktikan bahwa kewirausahaan bisa menjadi jalan untuk membawa perubahan di tengah masyarakat. Di samping, sebagai media untuk berbagi kebaikan yang ia wujudkan melalui layanan sosial.











Monday 28 October 2024

Inovasi Teknologi “Lobstech” Antarkan Hendra Raih Award dari Astra

Bersama-sama dengan beberapa spesies crustacea lainnya seperti udang dan kepiting, lobster termasuk makanan yang enak dan kaya gizi. Sayangnya, lobster sebagai salah satu makanan enak dan kaya gizi justru kurang populer di Indonesia.

Padahal, lobster adalah makanan laut (seafood) yang memiliki rasa dan juga tekstur serupa dengan udang. Yaitu, memiliki daging kenyal yang berserat dengan rasa gurih dan manis.

Lobster sendiri bisa diolah menjadi berbagai macam makanan dan bisa dimasak dengan berbagai cara. Mulai dari, direbus, dikukus, atau untuk ditambahkan ke hidangan lain juga bisa.

Kandungan gizi lobster yang kaya akan protein, omega 3, tembaga, vitamin B3, vitamin B6, dan folat, membuatnya baik untuk kesehatan dan pertumbuhan. Selain sejumlah nutrisi seperti yang saya sebutkan tadi, lobster (laut) juga mengandung sodium.

Rendahnya popularitas lobster di Indonesia memang bisa dimaklumi, mengingat harga lobster sangat mahal. Di salah satu restoran seafood terkenal di Jakarta, harganya bahkan bisa menjadi 150 ribuan per ons. Itu, artinya, hidangan seekor lobster jumbo bisa saja dihargai hingga Rp 2 jutaan. 

Pernahkah kalian bertanya-tanya, mengapa harga lobster sangat tinggi di Indonesia? Jika di telisik, kira-kira beberapa faktor inilah yang menyebabkan harga lobster begitu tinggi.

  • Karena pertumbuhannya yang relatif lambat
  • Membutuhkan banyak pakan selama budidaya
  • Budidaya lobster juga tidak mudah, karena lobster rentan terkena berbagai macam penyakit sehingga membutuhkan perhatian ekstra untuk merawatnya
  • Harga benih lobster sangat mahal
  • Lobster sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan
  • Budidaya lobster dari benih hingga panen kadang membutuhkan waktu antara 1 hingga 2 tahun
  • Tingkat keberhasilan budidaya lobster sangat rendah

Peluang Bisnis Lobster di Indonesia

Budidaya lobster merupakan salah satu peluang bisnis yang cukup menjanjikan di Indonesia, karena Indonesia merupakan salah satu penghasil benih lobster terbesar. Di samping itu, perairan di Indonesia juga disebut-sebut sangat cocok untuk membudidayakan lobster.

Hasil budidaya lobster, selain bisa dijual di pasar domestik juga bisa diekspor ke mancanegara seperti Jepang, China, hingga Amerika.

Salah seorang pemuda lokal yang mencoba menangkap peluang besar bisnis Lobster di Indonesia adalah Hendra. Seorang pemuda Lulusan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya yang merasa terpanggil untuk melakukan perubahan. Terlebih, ketika ia melihat banyak nelayan kerapu di Situbondo yang kehilangan pekerjaannya akibat gagal panen.

Keinginannya untuk membangkitkan geliat nelayan lobster semakin besar setelah ia kembali dari Vietnam. Di mana, Hendra menyaksikan sendiri bagaimana lobster di Vietnam menjadi salah satu devisa terbesar di negara tersebut yang mencapai USD 200 miliar. Padahal, 95% benih lobster yang dibudidayakan di Vietnam berasal dari Indonesia.

Hendara bercita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen lobster terbesar di dunia pada 2030 nanti.

“Potensi lobster di Situbondo (pantai utara) bagus. Kalau benih dari pantai Selatan, dari Lombok, sampai Ujung Kulon, kita nggak ada musimnya. Kalau di Vietnam nggak bisa,” tutur Hendra.

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Hendra bersama dua rekannya yang merupakan lulusan dari fakultas manajemen dan elektro, mencoba membuat alat produksi lobster berbasis Internet of Things (IoT).

Menciptakan “Lobstech”: Alat Produksi Lobster Berbasis IoT

Setelah melakukan penelitian selama kurang lebih 2 tahun sejak 2015 untuk mengetahui berbagai kendala yang dihadapi oleh para nelayan dalam membudidayakan lobster di keramba, Hendra lalu membuat sebuah alat (sensor) berbasis Internet of Things (IoT) yang ia beri nama “Lobstech,” yang berfungsi untuk mengontrol kualitas air.

Cara kerja Lobstech sebenarnya sangat sederhana. Sebuah sensor akan diletakkan di dalam keramba dan dihubungkan ke komputer untuk menganalisa data. Data-data yang dihasilkan dapat dipantau langsung melalui smartphone.

Setelah menciptakan alat tersebut, Hendra mencoba menawarkannya kepada para nelayan untuk meningkatkan hasil budidaya lobster mereka. Akan tetapi, para nelayan masih enggan karena merasa teknologi ini belum terbukti dan biayanya mahal.

Untuk memancing minat para nelayan agar mau menggunakan Lobstech dalam membudidayakan lobster, Hendra mencoba menawarkan kerjasama yang tidak membebani para nelayan.

Salah satu caranya adalah dengan meminjamkan benih lobster bagi para nelayan yang tertarik menggunakan Lobstech. Setelah panen, para nelayan bisa mengembalikan lobster yang dipinjamnya dengan berat yang sama. Itu artinya, jika nelayan diberikan pinjaman benih lobster 50 kg, maka mereka hanya perlu mengembalikan lobster dengan berat yang sama pada saat panen nanti.

Ternyata skema kerjasama ini berhasil memancing minat para nelayan untuk membudidayakan lobster dengan menggunakan teknologi Lobsctech.

Setelah menggunakan teknologi Lobstech, hasil budidaya lobster di keramba para nelayan meningkat hingga 50%. Kemudian, budidaya lobster juga jadi lebih cepat. Jika biasanya siklus panen akan memakan waktu hingga 6 bulan, setelah menggunakan Lobstech siklus panennya menjadi 3 bulan saja.

Salah satu mitra yang menggunakan teknologi Lobstech menuturkan bahwa ia kini bisa menikmati pendapatan bersih hingga 5 juta per keramba. Padahal, sebelum bergabung menjadi mitra Lobstech, ia selalu merugi hingga keramba-kerambanya pun kosong.

Sampai pertengahan 2023, teknologi Lobstech telah digunakan pada lebih 200 karamba laut yang tersebar di berbagai daerah. Mulai dari Situbondo, Pacitan, Jember, hingga Lombok (Nusa Tenggara Barat).

image from radioidola.com/

Inonvasi “Lobstech” Membawa Hendra Meraih Award dari Astra

Berkat inovasi teknologi Lobstech yang membantu meningkatkan produktivitas budidaya lobster para nelayan, Hendra pun meraih penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra pada tahun 2021.

Para dewan juri menobatkan Hendra sebagai salah satu penerima Award dari Astra karena jasanya dalam mengenalkan inovasi teknologi yang sangat dibutuhkan oleh para nelayan lobster untuk memantau dan manajemen serta memudahkan pengelolaan budidaya lobster di keramba.

Dengan teknologi Lobstech, para nelayan kini bisa lebih mudah dalam mengontrol suhu air, kadar oksigen, dan pemberian pakan secara teratur melalui smartphone mereka. Dengan bantuan alat ini, hasil budidaya lobster para nelayan bisa meningkat 50%.

Friday 25 October 2024

Di Tangan Rengkuh Banyu Mahandaru, Limbah Pelepah Pinang Jadi Peluang Bisnis & Solusi Hijau

Rengkuh Banyu Mahandaru adalah salah satu pemenang anugerah pewarta Astra 2023 di bidang Kelompok dengan kegiatan ‘membuat kontainer makanan dari bahan pelepah pinang’ yang selama ini dianggap sebagai limbah pertanian.

Kisah perjalanan Rengkuh dalam mendirikan perusahaan Plepah untuk mewujudkan cita-citanya membuat desain yang bisa diterima oleh semua kalangan dan produk ramah lingkungan dimulai sejak ia duduk di bangku kuliah.

 Rengkuh Banyu Mahandaru, image source from IG @rengkuh.banyu

Filosofi “Tusuk Gigi”

Ketika masih kuliah di jurusan Seni Rupa dan Desain ITB, Rengkuh sangat mengagumi desain ‘tusuk gigi’ yang sederhana tapi bisa diterima oleh semua kalangan. Ia pun bermimpi suatu saat bisa menciptakan desain serupa, yaitu desain yang bisa diterima oleh semua orang.

Setelah lulus kuliah dan mulai bekerja sebagai staf ahli Badan Ekonomi Kreatif, mimpinya untuk membuat desain yang bisa diterima oleh semua orang masih terus berlanjut.

Hingga pada bulan September tahun 2018, ia berkesempatan mengunjungi salah satu kota terkenal di India yaitu kota Jaipur.

Jaipur sendiri dikenal sebagai salah satu kota yang menarik untuk dikunjungi oleh para penggemar sejarah maupun fotografer. Karena di tempat ini masih bisa dengan mudah ditemukan berbagai bangunan bersejarah atau bangunan-bangunan kuno.

Ketika berkunjung ke kota Jaipur inilah, Rengkuh mendapat inspirasi untuk membuat kontainer makanan dari bahan alami setelah menyaksikan masyarakat Jaipur menggunakan dedaunan untuk membungkus makanan.

Ketika kembali ke Indonesia, ide untuk membuat kontainer makanan dari bahan pelepah pinang coba ia wujudkan dengan mengajak BRIN bekerjasama dan mengajukan suntikan dana dari BRI.

Mewujudkan Mimpi Membuat Desain yang Bisa Diterima oleh Semua Kalangan

image source from @plepah_id

Rengkuh memilih pelepah daun pinang sebagai bahan untuk membuat kontainer makanan bukanlah sebuah kebetulan.

Karena, ketika masih bekerja di bidang Pengembangan Komunitas Masyarakat Pinggir Hutan di Sumatera Selatan, ia menyadari bahwa di daerah ini terdapat banyak pohon pinang yang pelepahnya dianggap tidak lebih dari sampah belaka.

Itulah kenyataannya. Daerah Sumatera seperti Sumatera Selatan, khususnya di wilayah Musi Banyuasin serta di provinsi Jambi masih bahan terdapat banyak tersebar kebun pinang yang luasnya mencapai ratusan ribu hektare.

Setelah membuat perusahaan bernama “Plépah” dan membuat alat cetak kontainer makanan, rengkuh kemudian mulai memproduksi berbagai macam produk kemasan berbahan dasar pelepah pinang. Mulai dari, piring, mangkuk, hingga wadah makanan sekali pakai.

Dari satu pelepah bisa menghasilkan antara 2 hingga 3 kemasan sekali pakai, atau antara 3 hingga 4 buah piring lengkap dengan tutupnya.

Berbagai macam piring dan kemasan yang terbuat dari pelepah pinang ini ditawarkan dengan harga sekitar 2500-4500 rupiah per buah.

Harapan Baru bagi Petani Pinang

image source from @plepah_id

Menurut Rengkuh, dari kebun seluas 2 hingga 3 hektar, setiap hari para petani pinang bisa mengumpulkan antara 5 hingga 10 kg pelepah kering yang jatuh secara alami dari pohonnya.

Setiap bulan, pabrik Plepah di Cibinong mampu memproduksi hingga 160.000 kemasan. Berbagai macam kemasan pelepah pinang tersebut sebagian besar diekspor ke luar negeri, dan 20% sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestic.

Apa yang dilakukan oleh rengkuh ini tentu saja merupakan sebuah prestasi yang sangat menginspirasi. Betapa tidak, Rengkuh sukses mengubah limbah pertanian menjadi produk ramah lingkungan, ia juga turut membantu para petani untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari pelepah pinang yang tadinya dianggap sebagai limbah pertanian. 

Setiap bulan, para petani bisa menghasilkan antara 750.000 hingga 1,5 juta dari hasil berjualan pelepah pinang.

Terinspirasi Rengkuh Banyu Mahandaru

Terinspirasi dari apa yang dilakukan oleh Rengkuh Banyu Mahandaru dalam membantu mengurangi penggunaan sampah kemasan makanan berbahan plastik maupun styrofoam, saya juga ingin berkontribusi bagi lingkungan.

Sejak mengetahui bahwa wadah makanan berbahan plastik dan styrofoam membutuh waktu antara ratusan tahun untuk bisa hancur, dan fakta bahwa plastik maupun styrofoam yang digunakan sebagai wadah makanan berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan, saya mulai mencari alternatif yang lebih sehat dan ramah lingkungan.

Diantara cara yang saya coba adalah dengan beralih dari wadah berbahan plastik ke wadah berbahan stainless steel atau kaca. Saya juga mencoba untuk mengurangi pemakaian plastik saat berbelanja di pasar atau ke minimarket dengan membawa sendiri tote bag atau shoulder bag yang selalu saya sediakan di jok motor.

Untuk kemasan sekali pakai, saya pribadi tertarik menggunakan wadah-wadah yang terbuat dari bahan alami seperti wadah dari daun atau yang dibuat dengan pelepah pinang seperti yang dibuat oleh Rengkuh Banyu Mahandaru.

Selain itu, saya juga mulai memilah sampah sejak dari rumah. Sampah-sampah organik sebisa mungkin akan saya ubah menjadi kompos untuk memupuk tanaman-tanaman di pekarangan sempit depan rumah.

Bagaimana teman-teman, apakah kalian juga sudah mulai memilah sampah dari rumah? Kontribusi apa saja yang sudah kalian lakukan untuk kebaikan lingkungan? Yuk share di kolom komentar.

Tuesday 22 October 2024

Kisah Diana Cristiana Dacosta Ati Mengajar di Pedalaman Papua Meski Harus Menderita

Saat sedang searching referensi untuk menulis, saya tak sengaja melihat foto sebuah sekolah di Papua yang langsung mengingatkan saya pada kondisi di salah satu desa transmigrasi yang ada di Bengkulu sekitar 20 tahun yang lalu.

Sumber: puslapdik.kemdikbud.go.id

Foto di atas adalah sebuah potret suasana sekolah di pedalaman Papua yang memperlihatkan seorang guru (Diana Cristiana Da Costa Ati) yang sedang memberikan pembekalan kepada para murid SD di pedalaman Papua sebelum memasuki kelas. 

Foto tersebut diambil pada tahun 2021. Ya, kondisi seperti pada foto di atas memang sudah jarang kita temukan di sekolah-sekolah yang ada di pulau Jawa. 

Tapi sebaliknya, pemandangan tersebut masih sangat lazim jika kita berkunjung ke pulau lain seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur, atau di Papua. 

Begitulah potret pendidikan di wilayah Papua pedalaman yang masih serba terbatas. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor. Mulai dari, kondisi geografis, sosial, maupun ekonomi. 

Sulitnya medan untuk menjangkau daerah Papua pedalaman, tidak dipungkiri merupakan salah satu faktor yang menyulitkan program pemerataan pendidikan. 

Sekolah-sekolah yang ada di pedalaman Papua seringkali terisolasi karena lokasinya yang ada di pegunungan, jauh di dalam hutan, atau terpisah oleh sungai. Sehingga, kadang-kadang aksesnya hanya bisa dilakukan melalui perjalanan udara, dengan menggunakan perahu, hingga dengan jalan kaki yang tak jarang memakan waktu lebih dari sehari. 

Selain akses yang sulit, fasilitas pendidikan di berbagai daerah di Papua juga sangat terbatas. Banyak sekali sekolah-sekolah di pedalaman yang infrastruktur atau bangunannya kurang layak, kekurangan alat belajar, kekurangan buku, dan bahkan meja serta kursi. 

Sumber: puslapdik.kemdikbud.go.id

Kondisi inilah yang turut memperburuk kualitas pendidikan di pedalaman Papua, karena menyebabkan proses belajar mengajar jadi kurang efektif. 

Kendala lainnya yang membuat pendidikan di Papua pedalaman masih tertinggal adalah faktor ketersediaan tenaga pengajar yang sangat terbatas. 

Banyak guru yang enggan ditempatkan di daerah-daerah terpencil karena tantangan yang berat seperti yang telah saya sebutkan di atas tadi. Mulai dari fasilitasnya yang minim, terasing secara sosial, dan sulitnya mengakses berbagai kebutuhan dasar. 

Namun berbagai kendala tersebut tidak menyurutkan semangat Diana Cristiana Da Costa Ati untuk meningkatkan taraf pendidikan di pedalaman Papua. 

Diana Cristiana Dacosta Ati: Sosok inspiratif yang mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi di dunia pendidikan di pelosok Papua Selatan 



Meskipun Diana sejatinya adalah perempuan kelahiran Dili, Timor Leste, namun karena ia tumbuh dan besar di wilayah Nusa Tenggara Timur, dan banyak mengenyam pendidikan di Indonesia, ia pun tak segan mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara Indonesia. 

Latar belakang pendidikan dan kecintaannya pada dunia pendidikan serta semangatnya untuk memajukan pendidikan di pedalaman Papua membuat Diana merasa terpanggil untuk menyumbang tenaga sebagai pengajar di sana. 

Perempuan lulusan Pendidikan Profesi Guru Universitas Widya Dharma Klaten dan FKIP Prodi Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan Universitas Nusa Cendana Kupang ini pertama kali datang ke Papua setelah mengikuti program Guru Penggerak pada tahun 2018. 

Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai guru penggerak selama 2 tahun, Diana kembali mengikuti program guru penggerak di Papua pada tahun 2021. 

Kali ini, dia ditempatkan di Kampung Atti yang berlokasi di Distrik Minyamur, Kabupaten Mappi, Papua Selatan. 

Kampung Atti berlokasi cukup jauh dari kabupaten Mappi. Untuk mengakses kampung ini, dibutuhkan waktu sekitar 2 hari perjalanan dengan menggunakan kendaraan, perahu, dan jalan kaki. 

Di kampung yang dihuni oleh sekitar 200 kepala keluarga ini terdapat sebuah Sekolah Dasar Negeri yang sudah tutup sejak pandemi (2019). 

Selain karena tidak ada tenaga pengajar, mindset masyarakat yang menyebutkan bahwa ‘mereka tidak harus sekolah untuk bisa mencari makan’ membuat pendidikan generasi muda di kampung tersebut sangat memprihatinkan. 

Ketika Diana sampai di Kampung Atti. Ia menemukan kenyataan bahwa, kondisi bangunan sekolah sangat memprihatinkan. Di sana juga belum ada rumah dinas yang bisa ia tempati. 

Tak hanya itu, akses kebutuhan dasar seperti air juga sangat terbatas. Karena itu, tak mengherankan apabila ia sampai 3 kali mengalami infeksi saluran kemih di tahun pertamanya bertugas di kampung Atti. 

Namun berbagai kekurangan tersebut tak membuatnya menyerah. Sebaliknya, pada kondisi pendidikan di Papua pedalaman membuatnya lebih bersemangat untuk mengajak anak-anak di Kampung Atti bersekolah sembari memberikan pengertian kepada para orang tua agar mau menyekolahkan anak-anak mereka. 

Perjuangan Diana untuk memberantas buta huruf di Kampung Atti mendapatkan tantangan berat. Karena, banyak sekali anak-anak muridnya yang duduk di bangku SD kelas 5 atau kelas 6 yang masih belum lancar membaca dan menulis. 

Untuk mengejar ketertinggalan, Diana memfokuskan kegiatan belajar mengajar pada 3 mata pelajaran yaitu membaca, menulis, dan berhitung, di samping menanamkan nilai-nilai nasionalisme melalui mata pelajaran PKN. 

Tujuan utamanya adalah memberikan pendidikan agar siswa yang lulus dari SD bisa memenuhi syarat minimal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP. 

Kekurangan Buku adalah Kendala Utama Mengajar di Kampung Atti 

Salah satu kendala yang paling mempengaruhi kualitas belajar mengajar di SDN Atti adalah kurangnya jumlah buku dan alat menulis. 

Kekurangan buku tersebut tidak hanya disebabkan oleh faktor akses ke kota yang jauh, tapi juga disebabkan oleh kondisi masyarakat Kampung Atti yang jarang memiliki uang. 

Bagi masyarakat di Kampung Atti, uang memang tidak terlalu sering mereka butuhkan. Pasalnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti sandang dan pangan, mereka bisa memperolehnya dari alam. 

Untuk mengatasi kendala ini, Diana berinisiatif untuk menggalang dana dari donatur. Termasuk salah satunya adalah dengan mendaftarkan diri menjadi calon penerima SATU Indonesia Awards yang diinisiasi oleh Astra International Tbk pada tahun 2022. 

Kisah perjuangan Diana memberantas buta huruf di pedalaman Papua (Kampung Atti) hingga mampu meluluskan banyak siswa yang dapat melanjutkan sekolah ke jenjang SMP membuat para juri SATU Indonesia Awards memilihnya sebagai salah satu finalis pada perhelatan SATU Indonesia Awards untuk tahun 2023.

Berkat kehadiran Diana dan dua rekannya, sekarang semakin banyak anak-anak di kampung Atti yang bersekolah. Tidak hanya itu, jika sebelumnya tidak ada lulusan yang bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SLTP karena tidak memenuhi syarat, pada tahun 2022 terdapat 24 siswa lulusan SDN Atti yang melanjutkan sekolah mereka ke jenjang SLTP atau kelas VII. 

Penutup 

Seringkali kita merasa rendah diri karena kita menganggap hal-hal kecil yang kita lakukan tidak ada artinya. Padahal, sekecil apapun kontribusi kita pasti memiliki arti yang sangat besar bagi kemajuan bangsa di masa depan. 

Lihatlah sosok Diana Cristiana Dacosta Ati, yang dengan dedikasinya di pelosok Papua mampu mengubah kehidupan anak-anak Kampung Atti melalui pendidikan. Seperti Diana, kalian juga memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari perubahan dan kemajuan bangsa ini. 

Jika kalian memiliki kontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara, atau bagi komunitas kecil yang membutuhkan uluran tangan, seperti yang dilakukan Diana Cristiana Dacosta Ati di pelosok Papua, mendaftarkan diri kalian sekarang juga sebagai calon penerima SATU Indonesia Awards dengan mengunjungi official website Astra Group yang beralamat di www.astra.co.id/satu-indonesia-awards.

Saturday 19 October 2024

Terinspirasi Maya Stolastika Boleng, Saya Ikutan Berkebun Organik, Bagaimana Hasilnya?

Beberapa waktu yang lalu ketika saya sedang mencari referensi di internet tentang cara berkebun di lahan sempit, saya menemukan beberapa artikel yang membahas tentang Maya Stolastika Boleng. Siapa dia?

Maya sendiri adalah seorang petani organik milenial yang sepak terjangnya patut diacungi jempol dan sangat menginspirasi.

Betapa tidak, Maya yang sebenarnya bukan lulusan sarjana pertanian justru tekun menggeluti dunia pertanian (organik) dan sukses menjadi wirausahawan pertanian organik.

Nggak cuma sukses menjadi wirausahawan dengan menjadi petani organik, Maya juga memberikan dampak yang positif bagi masyarakat di sekitarnya. Misalnya,

  • Dia rutin memberikan pelatihan dan pengetahuan tentang pertanian organik kepada petani millennial
  • Maya juga mendirikan komunitas petani organik bernama Twelve’s Organic untuk memberdayakan petani lokal sekaligus mempromosikan gaya hidup sehat dengan mendorong masyarakat agar lebih mengutamakan konsumsi makanan organik
  • Getol mengkampanyekan peran penting pertanian organik yang berkelanjutan bagi lingkungan dan masa depan bumi yang lebih baik

Menjadi wanita yang menginspirasi banyak pemuda untuk terjun ke dunia pertanian dan kerja kerasnya dalam mengkampanyekan sistem pertanian organik pada akhirnya mengantarkan Maya Stolastika Boleng menjadi salah satu peraih award dalam ajang Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (Satu Indonesia Awards).

Raihan tersebut merupakan wujud apresiasi PT Astra International Tbk kepada Maya karena sudah berkontribusi bagi pertanian dan para petani di sekitarnya serta berkontribusi untuk sistem pertanian berkelanjutan.

image source from Viva

Tapi perlu kalian ketahui, penghargaan ini hanya diberikan kepada mereka-mereka yang sudah mendaftarkan diri mereka di website astra.co.id lho ya...

Jadi, buat kalian yang merasa punya kontribusi positif bagi masyarakat atau kemajuan bangsa, coba deh daftarkan diri kalian di website Astra. Siapa tahu kalian bisa terpilih jadi pemenang.

Lanjut ya...

Jadi, setelah saya membaca berbagai artikel yang menceritakan kesuksesan Maya menerima apresiasi dari Astra di bidang lingkungan sebagai petani organik milenial dari Flores, saya pun jadi merasa tergugah untuk bercocok tanam secara organik.

Kebun Organik di Lahan Sempit

Sejak membaca artikel-artikel yang membahas tentang Maya yang begitu ngotot menerapkan sistem pertanian organik, saya menjadi sangat tertarik untuk menghidangkan makanan-makanan sehat bagi keluarga saya.

Karena di era modern ini, banyak sekali sajian makanan-makanan enak yang sayangnya kurang sehat. Entah itu karena, cara makanan tersebut diperlakukan, cara makanan tersebut diolah, atau karena bahan-bahannya menggunakan bahan yang terkontaminasi pestisida.

Bagaimana Caranya Membersihkan Sayur yang Mengandung Pestisida?

Supaya bisa terhindar dari residu pestisida yang ada pada sayuran maupun buah-buahan. Pertama, kita dianjurkan untuk mencuci sayuran dan buah-buahan yang akan kita konsumsi dengan menggunakan air mengalir.

Kemudian, agar buah dan sayur benar-benar bersih dari residu pestisida, kita masih diminta untuk mencuci (merendam) sayur dan buah-buahan tersebut menggunakan larutan cuka atau air garam.

 Tapi cara tersebut sangat merepotkan. Bahkan saya sendiri yang sudah mengetahui dan menyadari dampak atau bahaya pestisida apabila masuk ke dalam tubuh, masih juga sering kali malas untuk merendam sayur-mayur yang saya beli di pasar dengan larutan cuka atau air garam.

Dampak pestisida yang ada pada sayur maupun buah-buahan memang tidak kita rasakan secara langsung. Namun bahaya pestisida ini akan menyebabkan masalah kesehatan dalam jangka panjang.

Beberapa potensi masalah kesehatan yang bisa disebabkan oleh pestisida yang ikut masuk ke dalam tubuh kita bersama sayur maupun buah-buahan diantaranya adalah: 

  • Gangguan hormon
  • Gangguan saraf
  • Kanker

Di samping itu, sebagian besar petani saat ini lebih memilih menggunakan pupuk berbahan kimia yang dapat merusak tanah dan menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem pada alam.

Kualitas sayuran di pasaran yang sering kali mengandung residu pestisida membuat saya sedikit agak khawatir. Karena itulah, sejak pindah ke rumah yang baru, saya sudah berencana untuk menanam sendiri sayur-sayuran yang saya butuhkan meskipun dengan lahan yang sempit.

Cara Saya Menyiasati Urban Farming untuk Organic Kitchen Garden di Lahan‌ Sempit

Urban farming adalah kegiatan bercocok tanam di perkotaan dengan memanfaatkan lahan yang terbatas seperti pekarangan, atap, atau menanam berbagai kebutuhan dapur (kitchen garden) di dalam ruangan. Ini merupakan salah satu alternatif terbaik untuk bercocok tanam di lahan yang sempit.

Setelah saya coba, saya merasa kreativitas dan perencanaan yang matang dalam memanfaatkan lahan akan membuat penerapan urban farming ini lebih optimal.

Misalnya, kita bisa memilih tanaman yang tumbuh secara vertikal seperti tomat atau sayur bayam. Kemudian, kita juga bisa memilih tanaman-tanaman berakar pendek seperti wortel, lobak, dan bawang yang bisa ditanam di dalam pot atau wadah yang tidak terlalu dalam.

Terus, tanaman-tanaman yang berumur pendek seperti sawi dan selada serta bayam, yang panennya relatif cepat, merupakan pilihan tanaman lainnya yang cocok untuk urban farming.

Selain itu, kita juga perlu memanfaatkan ruang vertikal. Misalnya, memanfaatkan bagian dinding atau pagar rumah.

Pupuk Organik Tidak Perlu Beli

Menanam sayuran organik sebenarnya jauh lebih simple dan hemat jika dibandingkan dengan menanam menggunakan pupuk berbahan kimia. Karena pupuknya sendiri bisa kita buat dengan menggunakan sisa-sisa potongan sayur atau kulit-kulit buah yang tidak lagi terpakai.

Di samping itu, kita juga bisa memanfaatkan daun-daun kering untuk dijadikan sebagai pupuk organik.

Supaya kebunnya nggak bau sampah, kita bisa langsung menutup sampah sayuran atau kulit buah dan makanan yang kita jadikan sebagai pupuk dengan tanah atau media tanam lainnya.

Tanaman yang saya pupuk dengan menggunakan metode pemupukan organik seperti ini rata-rata subur dan bisa menghasilkan buah yang lebat.

Selain meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan kualitas tanaman, ada banyak manfaat membuat pupuk kompos dari sisa-sisa (potongan) sayur dan kulit buah, diantaranya adalah: 

  • Bisa mengurangi pengeluaran untuk membeli pupuk kimia
  • Membuat kompos membantu mengurangi limbah organik seperti sisa makanan dan daun-daun kering
  • Membantu memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kapasitas tanah untuk menahan air dan udara
  • Sebagai alternatif untuk mengelola limbah organik rumah tangga, seperti sisa-sisa sayur, buah, dan daun-daun kering
  • Mengolah limbah organik menjadi kompos dapat mengurangi emisi metana dan dampaknya terhadap lingkungan
  • Kompos juga akan menyediakan habitat dan makanan bagi berbagai jenis organisme tanah, seperti cacing, mikroba, dan serangga yang bermanfaat
  • Kompos merupakan salah satu praktik pertanian berkelanjutan

Berbagai Pilihan Sayur yang Cocok untuk untuk Kitchen Garden

Seperti yang sudah saya sampaikan di atas tadi, salah satu kunci menanam sayuran di lahan yang sempit adalah dengan memilih jenis tanaman yang tepat.

Berbagai pilihan sayuran yang cocok ditanam dengan metode organik di lahan yang sempit sebenarnya sangat melimpah. Tapi saran saya, utamakanlah tanaman-tanaman sayur yang disukai oleh keluarga.

Kalau keluarga saya, mereka sukanya, bayam, daun pepaya jepang, kangkung, selada. Untuk memenuhi kebutuhan bumbu segar, saya juga menanam tomat, cabe, terong, dan kemangi.

Selain tanaman-tanaman tersebut, beberapa tanaman yang juga cocok untuk urban farming adalah kacang buncis. Btw, kita juga bisa menanam bawang putih atau bawang merah, kenikir, dan lobak sebagai alternatif.

Penutup

Semenjak bercocok tanam di lahan sempit dengan metode organik, saya semakin jarang beli sayuran di pasar untuk memenuhi kebutuhan dapur.

Kemudian, saya juga nggak lagi khawatir dengan berbagai sayuran yang saya hidangkan di meja makan. Karena saya tahu, sayuran-sayuran tersebut tidak ada yang disemprot dengan pestisida.

Jadi, kalau mau masak, kita cukup mencucinya sedikit dengan menggunakan air mengalir supaya debu-debu dan kotorannya hilang. Jadi, nggak perlu dicuci pakai air garam atau baking soda seperti sayur yang kita beli dari pasar.

Wednesday 16 October 2024

Liburan ke Desa Wisata Kini Makin Asyik Berkat AVMS dari Reza Permadi

Pernahkah kalian pergi berlibur ke desa wisata? Kalau kalian belum pernah pergi liburan ke desa wisata, sesekali kalian wajib mencobanya.

Buat saya, pergi berlibur ke desa wisata itu bisa memberikan kesan yang tak terlupakan. Karena Berdasarkan pengalaman saya pribadi, desa wisata kerap menawarkan pengalaman yang unik berbeda dibandingkan dengan saat kita berlibur ke destinasi wisata konvensional.

Kalau kita berlibur ke desa wisata, kita bisa dengan mudah menikmati pemandangan alam yang indah, menikmati udaranya yang segar, dan keindahan alam pedesaan yang asri.

Nggak cuma itu, banyak desa wisata di Indonesia yang menawarkan atraksi budaya dan tradisi masyarakat setempat. Mulai dari kegiatan sehari-hari masyarakat desa, tarian tradisional, berbagai kerajinan tangan, hingga makanan khas.

Salah satu bonus liburan ke desa wisata yang selalu bisa memberikan dampak emosional adalah saat kita bisa berinteraksi dengan masyarakat setempat.

Selain memberikan keuntungan bagi kita yang ingin healing, pergi berlibur ke desa wisata juga tentu akan mendukung ekonomi lokal. Yang secara tidak langsung bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Tidak menutup kemungkinan juga kita bisa berpartisipasi dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat desa. Entah itu berkebun, memancing, membuat kerajinan tangan, atau mengikuti upacara adat setempat.

Menurut data terbaru, di Indonesia terdapat sekitar 80.000 desa, dan 6030 diantaranya adalah desa wisata.

Berlibur ke Desa Wisata Kini Lebih Mudah Berkat AVMS Kreasi Reza Permadi

Image From IG @repermadi

Buat kalian yang pernah berlibur ke desa wisata. Kalian pasti mungkin pernah diminta untuk mengisi daftar hadir dengan mencatat nama, dan asal daerah, serta diminta untuk meninggalkan nomor telepon atau email.

Tapi, meskipun pernah meninggalkan beberapa identitas pribadi tersebut, kalian mungkin tak pernah dihubungi oleh pihak pengelola desa wisata.

Entah itu, untuk menawarkan promo atau sekedar memberikan informasi mengenai hal-hal baru yang di desa wisata tersebut yang mungkin bisa membuat kamu tertarik untuk datang kembali.

Atau, kamu mungkin pernah ingin mengunjungi Desa Wisata tertentu tapi masih kebingungan bagaimana caranya membeli tiket, sulit mendapatkan informasi mengenai atraksi wisata apa saja yang ditawarkan, atau kesulitan mendapatkan layanan secara daring, padahal sekarang adalah era internet.

Berbagai kekurangan desa wisata di indonesia tersebut memang masih menjadi PR bagi sebagian besar pengelola desa wisata.

Untungnya, berbagai persoalan dan kekurangan tersebut diperhatikan oleh Reza Permadi yang kemudian menciptakan program bernama Autorin Visitor Management System (AVMS).

Sebagai seorang lulusan program Master of Sustainable Tourism, Reza Permadi tentu saja tidak asing dengan desa wisata dan berbagai kekurangan atau permasalahan yang dihadapinya.

Karena itulah, saat masih duduk di bangku kuliah, ia bercita-cita untuk menciptakan solusi bagi desa wisata agar lebih mudah dikelola, tiketnya bisa lebih mudah didapatkan secara online, informasi atraksi wisatanya lengkap, dan menyediakan layanan secara daring.

Dengan tersedianya informasi yang lebih lengkap di internet, pengunjung akan lebih leluasa dalam membuat agenda kunjungan wisata maupun berbagai persiapan.

Dengan demikian, tidak akan ada lagi pengunjung yang tidak membawa baju renang saat destinasi wisata yang dikunjunginya menyediakan kolam renang atau tempat bermain air yang seru, atau berbagai pengalaman tidak menyenangkan lainnya.

Hingga saat ini, terdapat kurang lebih 100 desa wisata di Indonesia yang telah memanfaatkan AVMS besutan Reza Permadi.

Memanfaatkan AVMS, desa wisata akan memiliki database pengunjung yang lebih tertata, lebih mudah dimanfaatkan, dan bahkan program ini telah menyediakan catatan keuangan.

Tak hanya itu, AVMS memungkinkan desa wisata aktif “menjemput bola” guna mendatangkan pengunjung, sehingga tidak perlu lagi menunggu pengunjung untuk mau datang.

Reza sendiri hingga saat ini masih aktif menggelar Autorin Academy sebagai media untuk memberikan pelatihan secara luring maupun daring bagi para pengelola desa wisata yang menargetkan 4500 desa wisata go digital dengan AVMS di tahun 2030 nanti.

Selain bekerja sama dengan pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif (Kemenparekraf), Reza juga menggandeng sektor swasta untuk memberdayakan desa wisata.

Salah satu sektor wisata yang berkolaborasi dengan Reza adalah Astra yang memang sejak lama dikenal sebagai salah satu perusahaan yang aktif membantu mengembangkan potensi individu, desa, UMKM, dan sektor pariwisata.

Keuntungan Desa Wisata yang Bergabung Atourin

Desa wisata yang bergabung dengan Atourin sebenarnya sangat banyak, seperti misalnya:

  • Lebih mudah menggaet pengunjung
  • Meningkatkan pendapatan. Desa Bugisan di Klaten adalah salah satu contohnya. Setelah bergabung dengan Atourin, selain mengalami peningkatan jumlah kunjungan, desa wisata ini juga mengalami peningkatan pendapatan hingga 40 juta rupiah
  • Tak hanya bisa menggaet calon wisatawan lokal, desa wisata juga bisa menggaet wisatawan asing
  • Berbagai informasi penting dapat disebarkan melalui internet
  • Data-data lebih terorganisir
  • Begitu juga dengan promosi yang lebih masif
Image Source from Ig @repermadi

Penutup

Atourin adalah sebuah perusahaan rintisan yang digagas oleh Reza Permadi yang menawarkan program Autorin Visitor Management System (AVMS).

Program ini telah berhasil menciptakan inovasi yang signifikan dalam dunia pariwisata Indonesia, khususnya di tingkat desa.

Melalui platform AVMS, Atourin telah membuktikan bahwa teknologi digital dapat menjadi kunci untuk mengembangkan desa wisata secara berkelanjutan.

Atourin sendiri telah banyak berkontribusi bagi pengembangan kepariwisataan di Indonesia, khususnya untuk desa wisata. Misalnya, ikut membantu mengelola desa wisata, mempercepat proses gol digital desa wisata, aktif memberikan pelatihan untuk meningkatkan SDM, membantu meningkatkan pendapatan desa dengan mengurangi praktik pungutan liar, memperluas jangkauan pasar, dan menerapkan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan serta pelestarian lingkungan di samping pemberdayaan masyarakat.

Atas kontribusinya sebagai penggagas Atourin dan program AVMS, PT Astra International Tbk melalui ajang SATU Indonesia Awards menganugerahkan apresiasi sebagai peserta individu dikategori kepada Reza Parmadi.

Bagi kalian yang belum familiar dengan apresiasi SATU Indonesia Awards, ini adalah ajang penghargaan bergengsi yang diberikan kepada individu atau kelompok yang memiliki inisiatif atau memiliki kontribusi positif bagi masyarakat (bangsa) Indonesia.

Jadi, Jika anda memiliki program atau kegiatan apa saja yang inovatif dan memiliki dampak di bidang, teknologi, pendidikan, kewirausahaan, lingkungan, dan kesehatan, segera daftarkan diri dengan mengunjungi website astra.co.id.

Siapa tahu, kamu adalah salah satu individu yang selama ini dicari-cari oleh para juri untuk mendapatkan dukungan secara finansial maupun pendampingan. Jadi, tunggu apa lagi segera kunjungi website Astra untuk mendaftarkan diri.