Friday 24 March 2017

Nikmatnya Kuliner Khas Wonosalam, Kolak Durian
Daerah saya, tempat kelahiran saya di Wonosalam Jombang, daerah gunung Anjasmara terkenal sekali dengan penghasil buah durian. Setiap tahun durian Wonosalam pasti banyak diburu oleh pecinta buah ini. Saya dan suami termasuk orang yang doyan banget makan durian, tapi sayangnya tahun ini harga buah durian sangat mahal. Pas di kebun emak saya pohon durian jarang sekali berbuah. Tapi berhubung saya punya uang buat beli, meskipun satu dua buah, jadinya saya tetep bisa merasakan buah duren ini.

cara membuat Kolak duren
Kolak Durian Wonosalam


Awal-awal ada, buah durian harganya bisa mencapai Rp. 100.000 per buah. Tak heran kalau buah ini dijuluki buah-buahan milik orang kaya. Padahal gak juga, saya juga gak kaya kok, asal punya uang ya bisa beli, gak harus nunggu kaya. Eh gak dink, punya uang dan ada niat buat beli durian, itu yang bener haha.

Bibik Saya Penjual Duren


Adik ibu saya memang setiap tahunnya si Bibik ini jualan duren di daerah Pasar Buah Sumber, Wonosalam. Saya rasa bibik saya bisa memperoleh banyak keuntungan dari berjualan duren. Saya sendiri beberapa kali beli disana, entah harga sebenarnya atau harga diskon, yang jelas saya percaya aja saya bibik saya. Harga terbaiklah haha. Dan berhubung saya juga sedang hamil, makan duren bisa jadi alasan klasik kalau saya lagi ngidam #modus.

Kolak Durian yang Melegenda


Setiap pulang kampung ke Wonosalam, dipinggir jalan banyak sekali orang jualan duren. Dan tak kalah, warung-warung desa yang dulunya sepi, kini saat musim durian mendadak rame tak terkira. Dan pastilah, mereka sediain menu ketan durian di etalase makanan mereka. Sebenarnya kalaupun bikin sendiri sangat gampang sih, bahannya juga simple. Berhubung pengen cepet, durian yang saya beli dimakan mentahan ajaaa.. itupun kurang puas wkwkwk. Apalagi si Mas tersayang gak suka kalau sudah jadi kolak durian. Per porsi, kolak durian dihargai Rp.5.000 - Rp. 7.000 perak. Tergantung tempatnya. Dan itu kalau didesa sudah mahal banget nget ngettt.

Thursday 16 March 2017

Jangan Hanya Memandang Keatas, Nak
Setiap hari, ada saja yang membuat saya belajar dari Kinza. Dari belajar melatih kesabaran yang belum juga berhasil sampai belajar menyikapi semua kelakuannya yang kadang membuat saya pengen berteriak. Kinzaaa.... Namun harus saya tahan, gimana tuh rasanya mau teriak tapi ditahan-tahan, ya kayak mau pipis tapi gak boleh pipis gitulah, bingung haha.

Saya salut banget sama seorang blogger yang sabar banget ngurusin anaknya yang memiliki kebutuhan kusus. Dia telaten banget ngerawat anaknya, sangat sabar. Rasa syukurnya gak pernah berhenti, mesti mungkin ada kalanya dia merasa sangat lelah dengan ujian itu, namun kelelahan tersebut tak pernah ditampakkan didepan orang lain. Sedangkan saya dan juga ibu-ibu yang sudah diberikan nikmat berupa kesehatan dan tumbuh kembang anak yang sangat baik, masih saja suka marah-marah. Seperti orang yang gak bisa bersyukur dengan nikmat tersebut.



Memandang Keatas, Membuat Kita jadi Pribadi yang Kurang Bersyukur


Awalnya, saya kepikiran untuk menulis hikmah yang saya dapatkan hari ini saat melihat Kinza mencari kerupuk yang tadi pagi kami beli di pasar. Kinza memang suka banget sama kerupuk, tapi kayaknya tenggorokannya Kinza itu ngikut-ngikut Abi-nya, tenggorokan kemayu alias mudah sekali radang. Nah.. saking sukanya sama krupuk, dia pasti mau nambah lagi pas krupuk ditangannya udah habis, maksudnya itu, season 1 dan mau lanjutin yang season 2 haha.

Sunday 12 March 2017

Sahabatku Bertanya Tentang Hijab
"Niat baik, ayo disegerakan.. Jangan ditunda-tunda"

Begitu saya berkata kepada sahabat saya yang tinggal di desa karena menanyakan hal yang paling membuat saya bersemangat membahasnya, tentang Hijab. Dia bercerita, tentang keinginannya konsisten untuk mengenakan kerudungnya, namun karena beberapa hal, keinginan tersebut masih selalu ditunda-tunda.

Salah satu perwujudan tentang konsisten menggunakan jilbab adalah adanya hidayah yang datang kepada seseorang. Hidayah dari Allah yang membuat kita mudah sekali melakukan kebaikan demi kebaikan. Dan semua itu wajib kita syukuri jika saat ini, kita sudah memilikinya.

Sahabatku Bertanya Tentang Hijab
Saya di Pantai Senggigi, Lombok


Yang kedua adalah tentang niat dan keinginan dalam diri sendiri bagaimana bisa mewujudkan itu semua. Karena sebenarnya, masalahnya bukan datang dari orang lain, tapi dari dalam diri. Akan ada saatnya, seseorang mantab berjilbab tanpa ngurusin apa kata orang lain. Itu murni keinginan diri atas dorongan kebaikan. Disana, jika kita sudah pernah ngrasain gimana ademnya pake jilbab, saya yakin seyakin yakinnya.. pasti susah untuk melepasnya kembali.

Yang ada, semakin lama akan semakin lebar dan menjulur kebawah jilbab yang kita kenakan. Pernah suatu waktu saya kena skak oleh omongan teman disalah satu media sosial. Dan si teman ini memang sudah pakai jilbab panjang. Waktu itu, saya masih baru saja menggunakan jilbab yang alakadarnya. Bahkan pakaian yang saya gunakan masih jins dan kaos-kaos yang lumayan nempel di badan. Masa transisi butuh waktu, apalagi dulu saya gak punya uang banyak buat beli gamis-gamis syar'i atau mengganti celana jins saya dengan rok-rok panjang, saya sudah berniat tapi saya masih belum punya uang untuk membantu niat saya ini.

Disana teman saya menegaskan "Jilbab dan kerudung itu beda lho". Duh... Rasanya saya mati rasa, serasa diejek dan direndahkan dan seolah dia gak ngasih kesempatan kepada saya untuk berubah dan memang harus membutuhkan waktu. Memang sih beda sama dia yang udah punya penghasilan besar. Ya.. saya kan gak pernah sekolah gitu, jadi kerjaan ya cuma jadi babu aja hahaha.